Petani singkong di Lampung kini menghadapi situasi yang sangat sulit. Prahara Impor Tapioka telah menyebabkan harga komoditas mereka anjlok drastis, mengancam mata pencarian ribuan keluarga. Singkong, yang seharusnya menjadi sumber pendapatan utama, kini justru menjadi beban. Kondisi ini menyoroti perlunya kebijakan yang lebih berpihak kepada petani lokal.
Keterpurukan ini berawal dari banjirnya tapioka impor di pasar domestik. Meskipun kapasitas produksi tapioka nasional cukup besar, keran impor yang longgar membanjiri pasar. Akibatnya, permintaan terhadap singkong lokal, bahan baku tapioka, menurun drastis. Fenomena ini menciptakan ketidakseimbangan yang merugikan petani secara signifikan dan langsung.
Harga singkong di tingkat petani kini menyentuh angka yang sangat rendah, jauh di bawah biaya produksi. Banyak petani terpaksa menjual hasil panen mereka dengan harga rugi. Kondisi ini membuat mereka tercekik, sulit membayar utang, dan bahkan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Prahara Impor Tapioka ini bagaikan pukulan telak.
Dampak domino dari Prahara Impor Tapioka sangat terasa. Banyak petani yang enggan menanam singkong lagi karena khawatir tidak akan balik modal. Ini mengancam keberlanjutan pasokan singkong nasional di masa depan. Jika situasi ini terus berlanjut, Indonesia akan semakin bergantung pada impor, yang ironisnya merugikan petani sendiri.
Lampung dikenal sebagai lumbung singkong nasional. Ribuan hektar lahan di provinsi ini didedikasikan untuk budidaya singkong. Namun, kebijakan impor yang tidak terkendali telah meruntuhkan harapan para petani. Mereka merasa diabaikan dan tidak mendapatkan perlindungan yang memadai dari pemerintah dalam menghadapi gempuran produk impor.
Petani menuntut pemerintah untuk segera bertindak. Pembatasan impor tapioka, pengetatan pengawasan di pelabuhan, dan pemberantasan penyelundupan adalah langkah-langkah yang mendesak. Mereka berharap pemerintah dapat meninjau ulang kebijakan impor agar tidak merugikan produksi dalam negeri. Suara petani harus didengar dan ditindaklanjuti dengan serius.
Selain itu, pemerintah juga diharapkan dapat mencari solusi jangka panjang. Peningkatan nilai tambah singkong melalui hilirisasi industri, serta fasilitasi akses pasar bagi produk olahan singkong lokal, dapat membantu petani. Diversifikasi produk olahan singkong juga bisa menjadi jalan keluar dari jeratan harga yang rendah.
