Program ASI Eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan bayi terbukti memberikan manfaat kesehatan optimal, baik bagi bayi maupun ibu. Namun, keberhasilan program ini sangat bergantung pada dukungan struktural, terutama melalui Hukum dan Regulasi yang mengatur hak cuti melahirkan bagi pekerja perempuan. Cuti yang memadai memastikan ibu memiliki waktu yang cukup untuk pemulihan fisik dan inisiasi proses menyusui tanpa tekanan kembali bekerja.
Di Indonesia, Hukum dan Regulasi mengenai cuti melahirkan diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Secara tradisional, cuti yang diberikan adalah selama 1,5 bulan sebelum dan 1,5 bulan sesudah melahirkan, atau total tiga bulan. Kewajiban ini merupakan bentuk perlindungan negara terhadap hak-hak reproduksi dan kesehatan ibu pekerja, memastikan mereka tidak kehilangan pekerjaan atau gaji karena harus melahirkan.
Namun, durasi tiga bulan tersebut sering dianggap tidak memadai untuk mencapai target ASI Eksklusif selama enam bulan. Isu ini mendorong wacana revisi dan penguatan Hukum dan Regulasi yang ada. Beberapa negara telah menerapkan cuti yang jauh lebih lama, hingga enam bulan atau lebih, menyadari bahwa dukungan penuh di fase awal kehidupan bayi adalah investasi sosial yang penting bagi kesehatan bangsa.
Dalam konteks ASI Eksklusif, cuti melahirkan bukan hanya soal istirahat, melainkan periode penting untuk membangun ikatan ibu-anak (bonding) dan memastikan produksi ASI stabil. Kurangnya waktu cuti dapat memaksa ibu beralih ke susu formula lebih cepat, atau menyebabkan stres yang menghambat produksi ASI. Oleh karena itu, regulasi cuti harus sejalan dengan rekomendasi kesehatan global.
Revisi Hukum dan Regulasi Cuti Melahirkan yang berpihak pada ibu dan anak sedang diupayakan. Tujuannya adalah memperpanjang cuti hingga enam bulan penuh, atau setidaknya memberikan fleksibilitas tambahan. Perubahan ini sejalan dengan komitmen negara untuk mendukung kesehatan anak, yang merupakan hak dasar dan kewajiban konstitusional pemerintah.
Selain cuti melahirkan, pemerintah dan perusahaan juga diwajibkan menyediakan sarana pendukung, seperti ruang laktasi yang layak di tempat kerja. Kewajiban ini juga masuk dalam ranah regulasi dan bertujuan memfasilitasi ibu yang kembali bekerja untuk tetap dapat memerah dan menyimpan ASI. Dukungan infrastruktur ini melengkapi kebijakan cuti yang telah ada.
Dampak positif dari cuti melahirkan yang memadai sangat luas. Selain mendukung ASI Eksklusif yang berdampak pada peningkatan imunitas bayi, hal ini juga mengurangi biaya kesehatan jangka panjang bagi negara. Ibu yang pulih optimal dan bayi yang sehat akan menjadi aset produktif bagi masyarakat di masa depan.
Oleh karena itu, penguatan dan penegakan Hukum dan Regulasi cuti melahirkan bukan sekadar pemberian hak istimewa, tetapi implementasi nyata dari kewajiban negara untuk melindungi ibu dan anak. Pemberian cuti yang mendukung ASI Eksklusif adalah langkah fundamental menuju generasi yang lebih sehat dan cerdas.
