Pandemi COVID-19 telah menunjukkan betapa rentannya paru-paru terhadap serangan patogen. Organ pernapasan ini menjadi target utama Virus Corona SARS-CoV-2. Virus ini masuk melalui saluran pernapasan dan dengan cepat menyerang sel-sel di paru-paru, memicu reaksi berantai yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan parah. Memahami mekanisme kerusakan ini sangat penting untuk pengembangan terapi dan perawatan yang efektif.
Serangan Virus Corona dimulai ketika ia menggunakan protein spike untuk berikatan dengan reseptor ACE2 yang banyak terdapat di permukaan sel paru-paru, khususnya sel alveolar. Setelah berhasil masuk, virus mulai bereplikasi secara masif, menghancurkan sel inang. Kerusakan awal ini memicu respons imun tubuh yang berlebihan, sering disebut sebagai cytokine storm.
Cytokine storm adalah reaksi imun yang hiperaktif, di mana tubuh melepaskan terlalu banyak protein pro-inflamasi (sitokin) ke dalam darah. Alih-alih hanya menyerang virus, sitokin ini juga merusak jaringan paru-paru yang sehat. Kerusakan ini menyebabkan alveoli (kantung udara kecil) terisi cairan dan sel mati, menghambat pertukaran oksigen yang vital.
Kerusakan masif akibat Virus Corona dapat berkembang menjadi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Pada kondisi ARDS, paru-paru tidak lagi berfungsi dengan baik, dan pasien membutuhkan ventilator untuk mendapatkan oksigen yang cukup. Jika peradangan tidak segera diatasi, jaringan paru-paru akan mengalami fibrosis, atau pengerasan, yang merupakan bentuk kerusakan permanen.
Pasien yang berhasil pulih dari COVID-19 seringkali mengalami komplikasi jangka panjang, yang dikenal sebagai Long COVID. Kerusakan paru-paru yang terjadi saat fase akut dapat menyebabkan penurunan fungsi paru-paru dan sesak napas yang berkelanjutan. Hal ini menjadi bukti bahwa dampak Virus Corona melampaui masa infeksi aktif dan memerlukan pemantauan medis berkelanjutan.
Virus Corona juga memicu masalah vaskular. Peradangan yang terjadi menyebabkan pembuluh darah kecil di paru-paru meradang dan membentuk gumpalan mikro (microclots). Gumpalan ini menghambat aliran darah ke paru-paru, memperburuk kondisi hipoksemia (kekurangan oksigen dalam darah) dan seringkali memerlukan terapi antikoagulan atau pengencer darah.
Para ilmuwan dan dokter terus bekerja keras untuk menemukan cara memulihkan jaringan paru-paru yang rusak. Terapi regeneratif dan obat anti-inflamasi baru menjadi fokus penelitian. Harapannya adalah dapat membalikkan atau setidaknya memitigasi fibrosis yang disebabkan oleh infeksi COVID-19 yang parah.
